Naskah Drama Cindhelaras (Versi Indonesia)
Kerajaan Jenggala dipimpin oleh
seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri
yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra
dan kedua istrinya hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga
suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal
tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.
(SCENE 1 : DI HALAMAN KERAJAAN)
Selir baginda lalu berkomplot
dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut.
SELIR :
“Tabib, kemari.”
TABIB :
(Segera mendekati Selir.) “Iya, Selir.”
SELIR :
“Saya akan berpura-pura sakit di depan Baginda Raden Putra dan seluruh
kerajaan. Kau harus membantuku.” (Selir memberikan sekantung koin emas pada
sang Tabib)
Tabib yang sedang membutuhkan uang menyetujui hal
tersebut.
TABIB :
(Tabib menerima kantung tersebut) “Baiklah, Selir.”
(SCENE 2: DI DALAM ISTANA)
Selir berjalan di
depan Baginda Putra dan berpura-pura jatuh.
RADEN PUTRA :
(Raden Putra segera membantu Selir untuk berdiri) “Apa Selir baik- baik saja?” *Khawatir*
SELIR :
“Baginda saya merasa tidak enak badan.” (Memegangi kepalanya)
RADEN PUTRA : “Baiklah akan kupanggilkan tabib
istana.”
Sang patih datang menghadap Raden Putra.
RADEN PUTRA : “Tolong panggilkan tabib istana.”
PATIH :
“Baiklah Baginda Raden Putra.”
Sang Patih segera memanggilkan
tabib istana dan tak lama kemudian patih kembali bersama tabib istana.
(SCENE 3: KAMAR SELIR)
Raden Putra mengajak Tabib ke
kamar Selir, sedangkan Patih diminta menunggu di depan kamar Selir. Setelah memeriksa selir tersebut,
sang tabib memberi laporan pada Raden Putra.
TABIB :
"Selir keracunan makanan.”
SELIR :
“Tadi pagi, tuan Putri Permaisuri memberi saya secangkir teh.”
Baginda menjadi murka mendengar
penjelasan Selir. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke
hutan dan membunuhnya.
RADEN PUTRA :
“Patih, cepat kamu bawa Permaisuri ke hutan, dan bunuh dia! Dia pantas mati.”
PATIH :
(Menjongkok) “Baiklah, Baginda Raden Putra.”
(SCENE 4: HUTAN BELANTARA)
Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah
hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri.
Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda.
PATIH :
"Tuan Putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba
bunuh."
PERMAISURI :
“Terima kasih, Patih. Saya sungguh tidak melakukan hal itu.”
PATIH :
“Ya, saya tahu itu. Semua itu hanyalah siasat jahat Selir.” (menunduk memberi
hormat) “Saya permisi dulu.”
Untuk
mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang
ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah
membunuh permaisuri.
(SCENE 5: DI DALAM HUTAN)
Setelah beberapa bulan berada di
hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya
nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan.
Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan Suatu hari, ketika sedang asyik
bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam.
CINDELARAS :
“Terima kasih rajawali!”
(SCENE 6: DI RUMAH DI TENGAH HUTAN)
Cindelaras kemudian mengambil
telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas
menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya
dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang
gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam
itu berbeda dengan ayam lainnya.
AYAM :
"Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun
kelapa, ayahnya Raden Putra...”
Cindelaras sangat takjub
mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu
Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan.
PERMAISURI :
“Sebenarnya, Ibu adalah Permaisuri di Kerajaan Jenggala yang dipimpin oleh
Baginda Raden Putra. Dan saat Ibu
mengandungmu, Ibu dibawa ke hutan untuk dibunuh karena dituduh mencoba meracuni
Selir. Tapi sang Patih tidak membunuhku dan memberitahu bahwa hal itu adalah
siasat jahat Selir sendiri.”
CINDELARAS :
(kaget) “Jadi, aku ini anak Baginda Raden Putra?”
PERMAISURI :
(Mengangguk) “Ya.”
CINDELARAS :
“Ibu, biarkan aku pergi menemui Ayahanda dan memberitahukan tentang kejahatan
Selir.”
PERMAISURI :
“Pergilah, anakku, Cindelaras. Semoga kau dilindungi oleh Yang Mahakuasa, doaku
selalu menyertaimu.” (sambil memegangi pundak Cindelaras)
(SCENE 7: DI DESA)
Setelah di ijinkan ibundanya,
Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam
perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian
dipanggil oleh para penyabung ayam.
RAKYAT 1 :
"Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku.”
CINDELARAS :
"Baiklah.”
Ketika diadu, ternyata ayam
jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat
mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak
terkalahkan.
(SCENE 8: DI ISTANA)
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga
sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian,
Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana
CINDELARAS : (Jongkok memberi
hormat) "Hamba menghadap paduka.”
‘Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia
bukan keturunan rakyat jelata.’ pikir Baginda.
RADEN PUTRA :
“Aku telah mendengar kabar angin mengatakan bahwa kau memiliki Ayam yang tidak
pernah kalah. Aku ingin mengajak ayammu bertarung dengan ayamku.”
CINDELARAS :
“Hamba bersedia mengadu ayam hamba dengan satu syarat.”
RADEN PUTRA :
“Apapun akan aku penuhi. Katakan, apa itu.”
CINDELARAS :
“Jika ayam hamba kalah, maka hamba bersedia dipancung, tetapi jika ayam hamba
menang, maka setengah kekayaan Baginda akan menjadi milik hamba.”
RADEN PUTRA :
(Kaget) “Karena aku sudah berjanji, maka aku setuju.”
(SCENE 9: HALAMAN ISTANA)
Dua ekor ayam itu bertarung
dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil
menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan
Cindelaras dan ayamnya.
RADEN PUTRA :
(Lesu) "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah
kau sebenarnya, anak muda?"
Cindelaras segera membungkuk
seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera
berbunyi.
AYAM :
"Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun
kelapa, ayahnya Raden Putra..." (beberapa kali berokok)
RADEN PUTRA :"Benarkah
itu?"(Heran)
CINDELARAS :
"Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih
segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi
pada permaisuri.
RADEN PUTRA :
"Aku telah melakukan kesalahan. Aku akan memberikan hukuman yang setimpal
pada selirku." (Murka)
Kemudian, selir Raden Putra pun
di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas
kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput
permaisuri ke hutan. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat
berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan
kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
Disusun Oleh :
- Abdi Zakiy R.
- Ahmad Ghulam Ghozi A.
- Cita Ayu Mustika
- Hafiyyan Faza S.
- Saski Yasmin Alfina
- Stephanie Chandra
- Syahfiar Dhani A.
Thank You. x